Layaknya Anak Kecil
Saya termasuk orang yang sangat menyukai anak kecil.
Sekalinya ngeliat atau ketemu anak kecil yang emesh, bawaannya ingin nyubit atau cuma sekedar memegang pipinya.
Tembem, lembut, dan halus.
Yang lucu-lucu sih biasanya anak perempuan ya, walau
terkadang anak laki-laki juga lucu. Tapi kalau laki-laki tuh ganteng, bukan
lucu. Kalau lucu, perempuan. Entah karena saya laki-laki, jadi saya lebih suka
anak perempuan untuk jadi korban cubitan saya. Kadang kalau anak perempuannya
lucu dan cantik banget, saya sering bergumam,
“Duh lucu
pisan. Ieu pasti gedena geulis.”
Hahaha. Saya sih sering mikir gitu, karena kalau kecilnya aja
lucu, gedenya gimana?
Kebanyakan dari mereka (anak kecil), ketika saya sapa “Adee.. Mau kemana adee??”, memilih
untuk diam dan tak menjawab, senyum pun tidak. Tapi itu semua tidak mengurangi
keinginan saya untuk mencubit halus pipi mereka. Jadi tahapannya ialah: sapa,
lalu cubit. Kalau misalnya menyapa tidak mungkin dilakukan, saya akan
menyubitnya langsung.
Pakaian mereka pun lucu-lucu ya, unyu-unyu gitu lho bajunya.
Jadi menambah kesan lucu pada anak kecil. Mungkin ada juga orang tua yang sudah
membiasakan anaknya memakai baju yang menutup aurat sejak kecil, tapi menurut
saya, kalau masih kecil usia batita atau balita sih sah-sah saja memakai baju
yang imut nan menggemaskan.
Nah, ketika saya menyapa dan menyubit mereka, mereka tidak
memberi respon sedikit pun, alias diam seperti tidak ada kontak kepada mereka.
Misalnya mereka sedang bermain, ya mereka melanjutkan permainan bersama
temannya tanpa merasa terganggu sedikit pun dengan sapaan dan cubitan saya.
Atau contoh lain, mereka sedang mengobrol bersama teman-temannya, ya jadi kek
majelis balita gituu, pembicaraan anak kecil lah gimana..
Kemarin, ketika saya melewati teras rumah orang, yang di teras tersebut ada 3
balita sedang bercengkrama, kurang lebih seperti ini percakapannya..
Balita A : “Aku mah gak takut sama apa-apa da, cuma takut
sama Allah!”
Balita B : “Ih ai kamu, hantu juga takut ih, sereeem.”
Balita C : “Ya takut mah sama Bu Guru sama Allah aja atuh!”
Balita A : “Ah, meureun kata Allah teh, ‘Ngapain takut sama
yang lain?!’. Ya takut mah ke Allah ajalaaah”
Balita C : “Ih ai kamu. Kalau dijewer sama Bu Guru gimana?
Gak takut gitu kamu?”
Sudah deeh, begitu kurang lebih yang saya dengar, itu nyata
lho ya, tanpa ada penambahan
sedikit pun.
Nah, kembali ke masalah ‘menganggu anak kecil’ dengan
cubitan. Mereka sama sekali tidak terganggu dan merespon balik cubitan saya,
yang ada mereka tetap melanjutkan aktifitas mereka tanpa menghiraukan ada atau
tidak adanya saya disitu. Duh sedih juga tidak direpon dan digubris, hmm.
Tapi tak masalah, namanya juga anak kecil, ya pasti diem aja
kalau ‘digangguin’. Dan wajar-wajar aja sih kalau misalnya mereka masih pake
baju yang unyu-unyu gitu, ya katakanlah rok, atau baju tanpa lengan.
Wajar kan? Wajar, karena masih anak kecil. Yang gak wajar tuh
kalau ada wanita dewasa, atau anak
perempuan yang sudah baligh, mengenakan pakaian yang kurang elok ketika
dilihat.
Yang gak wajar tuh kalau ada wanita dewasa, atau anak
perempuan yang sudah baligh, diam saja ketika diganggu teman laki-lakinya.
Saya jadi mikir nih, ketika saya ‘mengganggu’ anak kecil dan
mereka memilih diam tidak merespon, bahkan mereka tetap pulahak-pulohok, ya itu wajar, karena mereka tidak mengerti, atau
mungkin saja mereka menangkap kontak itu sebagai kontak yang biasa mereka
terima dari orang tua atau keluarga dekatnya. Jadi ya wajar-wajar saja kalau
mereka diam.
Atau ketika mereka dikenakan pakaian yang ‘lucu’ oleh orang
tuanya, ya itu pun wajar. Orang tuanya pun mengerti batasan pakaian yang
dikenakan oleh anaknya.
Yang gak wajar dan gak habis pikir, kalau ada perempuan yang
sudah mengerti, yang sudah cukup dewasa, tetapi enggan berpakaian wajar. Mereka
tetap memilih berpakaian ‘lucu’ seperti pakaian yang mereka kenakan ketika
mereka batita/balita.
Yang gak wajar dan gak habis pikir, kalau ada perempuan yang
sudah mengerti, yang sudah cukup dewasa, tetapi diam ketika teman laki-lakinya
menganggu. Bahkan ketika ada laki-laki yang me-witwiw-kan mereka, mereka
memilih tertawa bahagia ketimbang marah.
Mungkin diluaran sana banyak orang yang berujar,
“Udah gak
aneh kalau liat perempuan pake baju mini.”
“Ah jaman
ayeuna mah teu aneh ningali awewe kamana-mana duaan jeung lalakina.”
Justru itu aneh! Sangat aneh! Jelas-jelas itu suatu
kesalahan, dibilang gak aneh. Sepertinya orang yang menyebut hal tersebut tidak
aneh, lebih aneh daripada orang yang melakukan kesalahan atau keanehannya. Stoplah
menganggap wajar pada hal yang jelas-jelas salah. Hal-hal tersebut mungkin
sudah banyak dijumpai di masyarakat saat ini, tapi memilih menganggap itu hal
yang wajar dan lumrah, itu juga tidak benar.
Jadi, pantaskah mereka (yang dewasa) disebut anak kecil?
Layaknya anak kecil?
Yang mungkin hanya fisiknya saja yang tumbuh dan berkembang,
tapi pemikirannya tidak.
Yang membedakan anak perempuan balita dengan perempuan
dewasa(yang saya maksud) ialah hanya besarnya fisik dan jam pulangnya.
Hihihihi.
Komentar
Posting Komentar