Makmum yang Berjiwa Lapang
Sumber gambar: http://thayyiba.com |
Sebagai upaya menjadi pria yang tangguh, saya selalu berusaha melangkahkah kaki ke masjid ketika adzan berkumandang. Karena kita semua tahu, kalau pria ya shalatnya di masjid, bukan di rumah. Kalau ada pria shalat di rumah tanpa ada halangan untuk pergi ke masjid, tentu ketangguhan pria itu patut dipertanyakan.
Karena, ketangguhan seorang pria itu bukan diukur oleh seberapa kuatnya ia mendaki gunung, atau seberapa kuatnya ia bermain futsal. Ketangguhan seorang pria sejati diukur oleh kuat atau tidaknya ia melawan rasa malas untuk segera melangkahkan kaki ke masjid ketika adzan sudah berkumandang. Tentu, apabila mendaki gunung saja kuat, apabila bermain futsal saja kuat, masa pergi ke masjid tidak kuat?
Sumber gambar: http://ikhlasmedia.blogspot.co.id |
Karena itu, kita berbicara iman, bukan fisik. Terkadang, fisik yang kuat tidak mampu menyeimbangi kokohnya keimanan. Banyak diantara kita yang alhamdulillah Allah masih berikan kesehatan luar biasa, jag-jag waringkas, tetapi tidak kuat melangkahkan kaki ke masjid. Ini tentu bukan urusan kekuatan fisik, melainkan kekokohan iman.
Banyak juga yang mungkin Allah uji keimanannya dengan penyakit, tapi tetap mampu melangkahkan kaki ke masjid. Bahkan, jika saja kita tahu keutamaan shalat berjama’ah di masjid, kita akan pergi walaupun dengan merangkak. Begitu ujar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Sumber gambar: http://www.kabarmakkah.com |
Maka dari itu, ayo yang merasa ikhwan, mari sama-sama introspeksi diri, sudah sejauh mana ketangguhan kita melangkahkan kaki ke masjid. Karena (mungkin) sekarang kita hanya perlu memimpin diri sendiri, hanya perlu melawan rasa malas untuk pergi ke masjid, nanti mah kita akan memimpin keluarga. Masa tidak dilatih dari sekarang. Kalau pergi ke masjid saja sulit, kalau memimpin diri sendiri saja sulit, bagaimana nanti memimpin keluarga? (hehehe)
Nah, ketika sudah di masjid pun, banyak sekali keutamaan-keutamaan yang bisa kita dapatkan. Memasuki masjid dengan kaki kanan terlebih dahulu, mendirikan shalat sunnah tahiyatul masjid, menjawab adzan dengan kalimat yang dianjurkan, termasuk shalat di shaf pertama.
Yang akan saya soroti dalam hal ini ialah mengenai shalat di shaf pertama.
Kita sudah pasti tahu betul, bahwa shalat di shaf pertama merupakan keutamaan shalat berjama’ah yang sangat agung. Kalau shalat berjama’ah tidak berada di shaf paling depan, ibarat sayur tanpa garam.
Tapi tak sedikit juga dari kita yang seolah-olah tak mengindahkan anjuran tersebut. Kita lebih memilih shalat di jajaran shaf lebih belakang. Entah alasannya apa.
Orang Indonesia memang berhati besar, berjiwa lapang. Saking besar dan lapangnya hati orang Indonesia, shaf terdepan pun biasanya sering diikhlaskan kepada tetangganya.
“Iya silahkan.” *sambil menunjuk shaf terdepan yang kosong. Atau, ketika ada shaf terdepan yang belum sempurna terisi, makmum di shaf belakang memilih saling diam, saling menunggu satu sama lain untuk maju ke depan. Akhirnya, ada relawan yang setengah terpaksa maju, setelah didorong oleh tetangga sebelahnya. (hehe)
Bagaimana ini? Bukankah sebaiknya kita berlomba-lomba dalam kebaikan?
Saking baiknya kita, peluang mendapat ‘daging unta’ pun sirna karena dihibahkan kepada tetangga.
Coba para ikhwan bayangkan, jika ada uang atau sebongkah berlian dihadapan Anda, yang jika Anda menginginkannya Anda hanya perlu melangkah maju, akankah Anda melangkah untuk mendapatkannya?
Sama seperti shalat berjama’ah di shaf pertama. Bahkan, kata Rasul, kalau saja kita mengetahui ganjaran, pahala, yang kita dapatkan kalau kita shalat berjama’ah di shaf pertama, pastilah kita akan berebut-rebut untuk mendapatkannya, bahkan kita akan mengundinya. Bayangkan, mengundinya! Saking besarnya pahala yang Allah tawarkan kepada kita.
Coba kalau sekarang yang diundi biasanya apa? Paling kalau di supermarket, ada kupon undian tuh, diisi nama, alamat, nomor telfon, dan identitas lainnya. Nanti diundi lah semua kupon yang terkumpul. Ada yang mendapatkan mobil, motor, kulkas, dispenser, mesin cuci, dan lain sebagainya.
Nah, mengapa itu diundi? Karena barang-barang yang tersedia itu gratis, alias free. Dan sudah tentu, barang-barang itu bernilai dan berkualitas. Karena semua orang pasti menginginkannya, tetapi tak semua orang bisa mendapatkannya, akhirnya diundi lah seluruh kupon itu, untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan barang undian tersebut.
Coba bayangkan, jikalau saja Allah mengumumkan kepada kita, “Wahai umatku, ganjaran shalat berjama’ah di shaf pertama itu sungguh besar. Kalian akan mendapatkan A, B, C, D, E, sampai Z!!”
Mungkin setelah kita tahu ganjarannya, pasti kita akan berbondong-bondong mendapatkannya. Kalau perlu, sampai diundi. Jadi nanti seluruh jama’ah masjid akan mengisi kupon, setiap jama’ah diharuskan mengisi identitasnya pada kupon yang ada, untuk menentukan 25 orang (misal) yang berhak mengisi shaf terdepan. Nanti Pak DKM masjid akan mengumumkan sebelum shalat akan dimulai,
“Alhamdulillah, selamat kepada Saudara Andri! Anda berhak mengisi shaf pertama!!” ucap Pak DKM
Andre: “Alhamdulillah Yaa Allaah…” *sambil terisak menahan haru
“Lalu selanjutnya. Selamat kepada Saudara Burhan! Anda berhak mengisi shaf pertama!!!” jelas Pak DKM.
Begitu seterusnya sampai 25 orang disebut namanya.
_____________
Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Apakah tidak cukup gamblang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi gambaran kepada kita?
“Seandainya manusia mengetahui apa yang ada (yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari)
Masya Allah. Selain itu, Allah dan para malaikat-Nya akan bershalawat untuk orang-orang yang shalat di shaf pertama,
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf pertama, atau beberapa di shaf yang awal.” (HR. Ahmad)
Sungguh agung keutamaan shalat di shaf pertama. Maka ayo, hilangkan kebiasaan mempersilahkan orang lain untuk mendapatkan shaf pertama. Biasakan diri untuk selalu ingin shalat berjama’ah di shaf pertama. Untuk masalah ibadah kepada Allah, kita diharuskan berlomba-lomba, bukan saling merendah dan mempersilahkan.
Ada satu petuah dari salah satu ustadz, katanya, jika kita ingin bersemangat dalam beribadah, ibadah dalam bentuk apapun, cobalah untuk mengetahui fadhillahnya dulu, cari tahu dulu apa keutamaannya. Sehingga apabila ditengah jalan kita tersendat, kita akan diingatkan oleh fadhillah ibadah yang sudah kita ketahui sebelumnya. InsyaAllah, semangat kita dalam beribadah akan terjaga.
***
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara
#Challenge
#Aksara
Komentar
Posting Komentar