Ujian Menghafal
Alhamdulillaah, berbagai test
sudah dilalui. Diantaranya Uprak, USBK, USBN, dan UNBK. Alhamdulillaah semuanya
diberi kemudahan, kelancaran, insyaaAllaah juga keberkahan. Walaupun mungkin
beberapa soal saking diberi kemudahan dan kelancarannya, sangat mudah dan
lancar ‘ditembak’.
Nah, dibalik kemudahan test-test
tersebut, saya ingin sedikit berbagi pendapat mengenai berbagai test yang sudah saya lalui. Yang akan
saya bahas disini ialah metode belajar kebanyakan siswa dalam menghadapi test atau ujian.
Test yang diujikan kebanyakan menguji daya ingat atau hafalan
para siswa. Contohnya saja Uprak. Uprak Bahasa Indonesia, katakanlah pidato,
monolog, baca puisi, musikalisasi puisi, dan mungkin drama. Hanya namanya yang
Ujian praktek, tapi dalam kenyataannya ujian praktek menghafal. Oke mata
pelajaran selanjutnya, kita ambil contoh Bahasa Sunda, yakni drama atau ngemsi, lagi-lagi yang diuji hafalan,
menghafal teks drama, dan menghafal teks emsi.
Selanjutnya, PAI, ditest hafalan do’a dalam shalat jenazah. Yang mungkin hanya
hafal pada saat diujikannya saja, mungkin sekarang sudah lupa do’anya.
Bagaimana teman-teman, apakah masih ingat? Berbeda dengan test baca Al-Quran,
itu murni keterampilan membaca Quran yang ditest. Bagamana dengan seni? Ya
tidak jauh, menghafal not atau chord,
menghafal lirik lagu, atau menghafal gerakan tari. Bagaimana dengan Bahasa
Inggris? Menghafal teks dialog bukan? Wkwk. Hampir semua mata pelajaran menguji
daya ingat atau hafalan para siswa.
Bukan berarti metode belajar dengan cara menghafal itu buruk,
tetapi pengaruh belajar dengan cara menghafal yang kita lakukan kurang
berpengaruh dengan peningkatan keilmuan kita. Berbeda halnya dengan menghafal
Al-Quran, itu lain cerita. Menghafal Al-Quran pun banyak metodenya, tidak asal
menghafal.
Yang jadi masalah ialah ketika kita mencoba menghafal suatu
materi pelajaran, dan setelah diujikan langsung lupa. Mungkin slogan “Ujian itu
kerjakan, lalu lupakan” sudah tidak asing lagi ditelinga kita para pelajar.
Lalu, setelah selama 3 tahun menimba ilmu di SMA, ilmu-ilmu tersebut akan
dilupakan begitu saja? Setelah lulus SMA, saya yakin betul bahwa banyak para
lulusan SMA yang lupa sebagian besar pelajaran yang telah dipelajari. Mengapa
mudah lupa? Karena metode belajarnya yang kurang tepat, yakni menghafal.
Bayangkan saja, besoknya sudah mau USBK, malamnya baru
belajar, menghafal lagi. Bagaimana bisa? Menghafal sekian banyak materi untuk
ujian esok hari. Gila kali. Itu bukan belajar namanya, tapi nyiksa diri.
Makanya kenapa banyak diantara kita, para pelajar, yang selalu mengeluh ketika
diberi tugas, ketika akan ada ulangan, itu karena kita belum merasakan
bagaimana nikmatnya belajar. Setelah kurang lebih 12 tahun (anda-anda seangkatan
saya) menimba ilmu dari SD, SMP, sampai SMA, apakah ia kita sudah merasakan
kenikmatan dalam belajar? Saya kira belum. Saya banyak menemukan teman-teman
yang mengeluh ketika jam lesnya sudah tiba, teriak kegirangan ketika jam
pemantapan ditiadakan, senang ketika guru tak bisa hadir ke kelas.
Masalah pendidikan di Indonesia saya kira sungguh kompleks,
banyak sekali hal yang harus dibenahi. Saya termasuk orang yang cukup menyukai
pendidikan. Bagaimana cara guru menyampaikan materi, bagaimana guru tersebut
melihat suatu persoalan diantara siswa, dan lain sebagainya.
Hey anda-anda angkatan 2017, ingat ketika USBN? Apa yang anda
hafal? Materi pelajaran atau apa?
Kembali lagi ke masalah menghafal. Saya banyak menemukan
teman-teman yang berujar seperti ini,
“Duh urang
salila 3 taun diajar MT* teu bisa nanaon. Lieur euy”
“3 taun
urang nanaonan wae nya? Teu ngarti nanaon”
“Urang
so-so-an pisan UN milih FISI**, bari jeung 3 taun diajar teu ngarti nanaon”
Aduh gimana ya? Salah siapa ya?
Saya pernah mendengar seseorang berkata,
“Menghafal itu adalah metode paling
rendah dalam belajar”
Mengapa demikian? Karena hafalan materi yang kita hafal itu
tidak bertahan lama. Bahkan menurut penelitian yang saya baca, bahwa ketika
manusia menerima suatu informasi, informasi itu akan kuat berada di memori kita
hanya untuk 48 jam, selebihnya, wallahu a’lam. Kecuali informasi itu sangat
berkesan untuk kita, barulah memori kita akan kuat menyimpannya. Contoh saja,
misalkan kita diberi surprise ketika
kita berulang tahun ke-17, rumah kita kedatangan seseorang yang kita cintai,
tentu peristiwa itu akan membekas sampai kapanpun bukan? Bahkan sampai usia 25
pun, pasti bakal ingat bahwa ketika ulang tahun ke-17, seseorang yang kita
cintai datang ke rumah dengan membawa surprise.
Nah, sebenarnya belajar pun seperti itu. Bagaimana caranya kita
belajar, agar suasana belajar kita mengesankan. Ketika Anda sudah menemukan
suasana dan metode belajar yang berkesan, Anda akan keranjingan penyakit ‘gak
mau lepas dari buku’!
Intinya, belajar itu tak perlu lama, yang terpenting ialah
bagaimana caranya kita membuat suasana dan metode belajar kita berkesan.
InsyaaAllaah, lebih mudah menguasai materi pelajaran.
Sebagai penutup, saya ucapkan terima kasih kepada Anda yang
telah meluangkan waktunya untuk membaca opini saya ini. Apabila ada kritik,
saran, atau mau diskusi, boleh chat saya yaa.
Komentar
Posting Komentar