Jangan Anggap Wajar Sebuah Kewajaran

Wajar. Seringkah kamu mendengar atau mengucapkan kata ‘wajar’? Sebenernya wajar itu apa sih? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wajar berarti ‘biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun; menurut keadaan yang ada; sebagaimana mestinya’.

Tentu sudah sangat familiar ditelinga kita, mendengar kata wajar. Dan juga sudah tak kelu lagi bibir kita, mengucapkan kata wajar. Kata wajar seringkali mewarnai keseharian kita.

Seperti ini contohnya,

“Berbuat salah itu wajar. Namanya juga manusia. Manusia kan tempatnya salah.”

“Telat sekali-kali gak apa-apalah, wajar kok. Dia kan rumahnya jauh.”

“Ya nyontek sesekali gak apa-apalah. Wajar kok, soalnya susah banget.”

“Anak muda pacaran itu wajar, namanya juga nikmatin masa muda.”

Wajar biasa diucapkan ketika menyebut sesuatu yang dianggap biasa dilakukan, lumrah dilakukan dalam keseharian. Jadi ketika seseorang melakukan sesuatu yang ‘biasa’ dilakukan, perilaku orang tersebut akan dilabeli kata ‘wajar’.

Menurut saya, ada kesalahan penggunaan kata ‘wajar’ ini dalam keseharian kita. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas, bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wajar memiliki salah satu makna ‘sebagaimana mestinya’. Kembali kepada contoh yang saya berikan di atas, seperti pacaran, datang terlambat, menyontek, apakah itu suatu kewajaran yang layak disebut sebagaimana mestinya?

Kira-kira, kalau pacarannya terus-menerus sampai kelewatan, apa itu masih wajar?

Kalau datang terlambatnya terus-menerus dilakukan, apa itu wajar?

Kalau menyontek selalu dilakukan pda setiap mata pelajaran, apa itu masih wajar?

Apabila setiap kesalahan yang dilakukan seseorang selalu diberi label wajar pada awalnya, lambat laun kewajaran itu akan menjadi kebiasaan. Setelah menjadi kebiasaan, hal itu akan menjadi penyakit. Kalau sudah jadi penyakit, tentu harus diobati. Nah, yang sulit itu mengobatinya.

Bisa kita lihat sekarang, tradisi menyontek di dunia pendidikan sudah dianggap hal yang lumrah, dan tentu itu merupakan penyakit. Penyakit ketidakpercayaan diri, sehingga lebih percaya jawaban teman. Kalimat sederhananya, krisis mental.

Pacaran yang awalnya dianggap wajar karena menikmati masa muda, saat ini tak jarang anak berseragam sudah hamil diluar nikah.

Dan kalian pasti tahu, kebiasaan orang Indonesia yang sering menyepelekan janji. Ketika punya janji pukul 12, tiba pukul 1. Ini sudah menjadi kebiasaan karena pada awalnya dianggap wajar. Sehingga kebanyakan dari kita menyepelekan datang on time.

Pacaran? Wajar.
Menyontek? Wajar.
Datang terlambat? Wajar.

Kewajaran itulah yang sekarang sudah menjadi kebiasaan dan bahkan penyakit yang sulit disembuhkan. Maka dari itu, berhentilah menganggap wajar hal kecil, karena lama-kelamaan hal yang dianggap wajar itu akan menjadi besar dan sulit untuk disembuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Pidato : Persahabatan yang Sesungguhnya

Praktek Nikah

Kutub Kebaikan dan Kutub Keburukan