Jangan Puji Aku

Sumber gambar : www.pinterest.com

Seringkali kita merasa senang jika kita dipuji orang lain atas pencapaian prestasi, kebaikan, atau sesuatu lainnya yang telah kita lakukan. Kita seakan-akan dibawa terbang melayang atas pujian itu. Seakan-akan kita merasa yakin bahwa pujian yang orang lain sematkan pada diri kita itu benar adanya, sehingga mungkin terkadang kita lupa siapa sebenarnya diri kita ini.

Sebenarnya, mengapa orang memuji? Satu hal. Karena orang-orang tersebut tidak mengenal siapa kita. Orang-orang tersebut hanya mengetahui sisi bagian luarnya kita, hanya mengetahui lahiriah kita, hanya mengetahui sedikit kebaikan yang tampak pada diri kita. Tanpa mengetahui sisi bagian dalam diri kita, tanpa mengetahui apa yang ada pada hati kita, tanpa mengetahui betapa banyak keburukan, kebobrokan, bahkan keborokan yang ada pada diri kita.

Hakikatnya, pujian itu membawamu terbang melayang yang akan menjatuhkanmu ke jurang kenistaan. Engkau akan merasa terbang, sampai ada rasa tinggi hati pada dirimu. Tinggi hati yang muncul itulah yang akan membawamu jatuh ke lubang kesombongan. Itulah ketinggian yang akan menjatuhkan.

Diri ini seringkali lupa, bahwa diri ini hanyalah manusia biasa, yang katanya tempatnya salah dan dosa. Tapi diri ini seringkali jumawa, ketika manusia biasa lainnya melemparkan pujian. Memang benar jikalau kita ini disebut tempatnya salah dan dosa, benar sekali. Mengapa? Karena kita selalu salah dalam memahami pujian orang lain. Dan terkadang salah dalam melontarkan pujian yang berlebihan kepada orang lain. Kesalahan itulah yang membawa kita pada dosa-dosa yang tanpa kenal lelah bertambah dalam pundi-pundi dosa.

Mungkin pada awalnya kita ikhlas melakukan perbuatan baik hanya untuk Allah, namun ketika ada orang yang memuji perbuatan baik kita, akan ada panggilan hati negatif kita untuk mengiyakan dan menyetujui pujian itu. Dan sebenarnya, pujian adalah ujian. Mungkin skenario Allah begini, Allah menggerakan hati orang lain untuk memuji kita, setelah itu barulah ujian dimulai, apakah setelah dipuji orang hati kita akan tetap bersih atau mulai keruh dan kotor. Ketika kita memilih hawa nafsu untuk mengiyakan pujian itu, gugurlah pahala yang mungkin awalnya akan Allah berikan pada kita. Sehingga motivasi melakukan kebaikan itu bukan lillahi ta’ala, melainkan pujian manusia.

Janganlah pernah terlarut dalam pujian manusia, karena itu akan membinasakanmu. Lebih baik dikritik daripada disanjung. Karena kritikan itu sejatinya membangun dan menggerakkan diri kita, memompa semangat kita agar melakukan sesuatunya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sedangkan ketika mendapat sanjungan, bukan semangat yang kita dapat, tetapi akan menimbulkan hati yang tidak ikhlas, yang akan berdampak pada hasil usaha kita. Kita akan merasa bahwa hasil usaha sebelumnya sudah cukup baik dan bagus, karena mendapat banyak sanjungan dari orang lain. Sehingga tidak ada upaya untuk melakukan, menghasilkan dan mendapatkan hasil usaha yang lebih baik dan lebih besar.

Terkadang, kritikan itu mungkin akan pedas. Tetapi pedasnya pedas yang akan membangun, menggerakkan, dan membangkitkan. “Oke, gue akan coba lagi. Dan bakal jauh lebih maksimal!”

Pujian itu akan selalu manis. Tapi manisnya manis yang semu. Manis yang akan menjatuhkan, membawa diri pada kesombongan. “Cukup deh segini, gue puas!!”

Kita selalu lupa, bahwa segala puji itu hanya untuk Allah semata. Sering kita mengucap Alhamdulillah, tetapi tidak kita maknai dan resapi dalam keseharian. Kita mungkin sering memberikan pujian yang membuat teman kita terlena dengan pujian itu. Dan kita pun mungkin sering menerima pujian yang membuat kita merasa terpuji. Karena itu kita selalu lupa, bahwa segala puji itu untuk siapa? Hanya untuk Allah.

Tidak ada salahnya ketika kita menyanjung atau memuji orang lain atas kebaikannya, tetapi jangan berlebihan. Alangkah lebih baik jika jika mengapresiasinya, bukan memujinya.

Tentu ucapan “Alhamdulillah, tadi penampilan kamu bagus. Tetep semangat ya!” akan berbeda dengan “Wah, keren banget tadi! Gimana sih latihannya bisa sekeren itu?” Bisa terlihat, mana apresiasi mana pujian yang berlebihan. Karena kalau apresiasi yang kita berikan, itu bukan pujian yang akan menimbulkan kesombongan, tetapi pujian yang membangun.

Tentu setiap hal yang kita lakukan harus bernilai ibadah. Bagaimana bisa bernilai ibadah jika kita belum lillah? Keikhlasan pun tentu harus dibangun dan dibentuk. Contoh keikhlasan yang paling mudah dan sederhana adalah ketika kita (maaf) buang air. Kita tidak pernah mengingatnya lagi setelah kita melakukannya. Kita pun tidak pernah mengingat seberapa banyak atau besar yang telah kita keluarkan (hehehe). Sama halnya dengan kebaikan. Kita seharusnya tidak pernah mengingat-ngingat segala dan seberapa besar kebaikan yang telah kita lakukan. Ketika sudah dilakukan, ya sudah, tidak perlu merasa berjasa atau ingin dipuji orang lain.

Jangan terbang karena pujian, jangan tumbang karena cacian.”

***
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis itu..

Naskah Pidato : Revolusi Mental Generasi Muda

FOLLBACK DONG!