Area Dilarang Menutup Telinga
![]() |
Sumber gambar: http://ilhamfadli.blogspot.co.id |
Saya ini termasuk orang yang insyaAllah peka terhadap kondisi dan situasi sekitar. Termasuk kondisi dan situasi rumah. Walaupun misal saya sedang asyik bermain hape, atau mungkin sedang mengetik di laptop, jika saya mendengar panggilan ibu saya, insyaAllah akan segera saya penuhi panggilan itu. Atau setidaknya menyahutnya terlebih dahulu, baru menghampirinya.
Termasuk jika adik saya yang dipanggil, dan jika adik saya cukup lama merespon panggilan ibu saya, sementara ibu saya sudah memanggilnya beberapa kali, saya pasti bertindak.
“Deeee, dipanggil mamaahh!!” *sambil sedikit teriak
Setelah itu ia pasti akan merespon, “Iyaa maah??”
Biasanya saya langsung menegur dan menasehatinya,
“Tolong atuh de, kalau mamah panggil teh langsung nyaut.”
Respon dia terhadap teguran dan nasehat saya berbeda-beda. Terkadang ia menerimanya tanpa membantah, dan lebih sering membantahnya terlebih dahulu lalu menerimanya.
“Iya atuh a. Da aku teh lagi ... … ... ...”
Atau tidak jarang juga ia menimpali dan membalikannya ke saya,
“Iya atuh a. Aa juga kalau dipanggil emang suka langsung nyaut gitu? Nggak kan?!”
Hmmh. Saya biasanya memilih diam, jika ia sudah membalikannya pada saya. Karena saya tidak ingin perdebatan terjadi. Apalagi jadi saling menyalahkan.
Dan, suatu saat pertanyaan sekaligus pernyataan adik saya terjadi. Ibu saya memanggil saya, beliau menyuruh saya melakukan sesuatu, tapi saya tidak langsung memenuhi panggilannya. Pada panggilan pertama, saya hanya menyahutnya, tanpa menghampirinya. Dan ketika panggilan kedua memanggil, baru saya menghampirinya. Seketika adik saya yang tepat mengetahui kejadian itu, langsung menimpali saya,
“Tuh kan! Aa juga gak langsung dateng ke mamah!!”
Hahaha. Memang, anak kecil pasti akan selalu ingat pesan yang sudah disampaikan padanya, dan jika ia merasa ada yang tidak beres dengan si penyampai pesannya, pasti ia akan langsung protes.
Alhamdulillah, saya menerima protes dia dengan senang hati. Saya hanya membalasnya dengan senyuman dan ucapan terima kasih, sambil sedikit tertawa.
“Hahah, iyaaa makasih yaa udah ngingetiin..”
Ya begitulah. Nasehat bisa hadir dari siapapun. Sekali pun ia adik kita, atau mungkin orang yang usia dan pengalamannya tidak lebih dari kita. Karena pada hakikatnya, kita ini manusia yang lemah, yang pasti ada salah dan tak akan pernah luput darinya. Setinggi-tingginya pangkat jabatan, pendidikan yang ditempuh, pasti tak akan luput dari yang namanya kesalahan. Sebanyak-banyaknya pengalaman yang dimiliki seseorang, pasti tak akan pernah bisa lepas dari kesalahan. Pasti.
Saya kira, setiap orang mutlak pasti pernah salah. Dan tentu itu hal yang wajar. Wajar apabila kita menerima kodrat kita bahwa kita ditakdirkan menjadi manusia yang sering salah. Tapi kita juga diberi akal oleh Allah, untuk senantiasa belajar dari segala kesalahan yang pernah kita perbuat. Jika kita salah, dan kita mengakuinya, tentu itu sebuah kebaikan. Tapi yang aneh bin ajaib, kita salah dan kita tidak mau mengakuinya.
Jikalau ada seorang atasan yang ditegur oleh bawahannya, dan atasan itu menerima tegurannya dengan sepenuh hati, saya pastikan atasan itu orang yang baik dan bijak. Dan sebaliknya, jika ada seorang atasan yang ketika ditegur malah marah dan tidak mau menerima, duh jabatan yang diembannya saya kira tidak pantas diberikan kepada orang seperti beliau.
Begitu pun dengan seorang guru. Apabila seorang guru menerima kritik, saran, atau bahkan teguran dari muridnya dalam hal kebaikan, dan seorang guru itu menerimanya, saya pastikan seorang guru itu pendidik, bukan hanya pengajar. Dan sebaliknya, jika seorang guru marah ketika ada muridnya yang ‘sayang’ kepada sang guru tersebut, saya kira beliau hanyalah seorang pengajar, bukan pendidik.
Karena tidak jarang, semakin tinggi jabatan atau pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kesombongannya, merasa diri lebih pintar, merasa diri lebih tahu segalanya, bahkan merasa diri lebih mulia.
Saya rasa, apalah arti tingginya jabatan atau pendidikan seseorang jika tidak diimbangi dengan kebijaksanaan dan kebaikan hatinya. Semakin tinggi pendidikan yang sudah ditempuh seseorang, seharusnya berbanding lurus dengan keluasan hatinya, kebaikan hatinya, dan tentu kebijaksanaannya.
Terkadang kita merasa diri lebih baik, merasa diri lebih pintar, merasa diri lebih berpengalaman, dan itu membuat kita menolak segala nasehat yang disampaikan kepada kita. Terlebih mungkin yang disampaikan oleh orang yang kita anggap ‘dibawah’ kita.
Sama seperti kisah saya dan adik saya tadi. Kami terpaut 7 tahun. Dan mungkin diatas kertas saya ‘lebih’ darinya. Tapi saya sadar, bahwa saya memang harus diingatkan, sekali pun itu oleh adik saya. Karena saya pun mengingatkan dia bukan karena saya merasa diri sudah benar, tetapi hanya untuk mengingatkan dan menasehatinya dalam kebaikan. Dan sebaliknya, jika pun adik saya menyampaikan hal yang sama pada saya, dalam hal ini nasehat kebaikan, tentulah saya akan menerimanya.
Karena kita menasehati itu tujuannya agar kita bisa mendapat nasehat yang sama dari orang tersebut. Bukan karena merasa diri lebih baik, atau lebih tahu banyak hal. Karena manusia akan selalu menemui kesalahan dan kesalahan, sampai akhir hayatnya. Jika kita sadar bahwa kita hanya manusia biasa yang sering salah dan akan mati, masihkah kita akan menolak sebuah nasehat kebaikan?
Ayolah kawan-kawan, kita belajar mengontrol hati dan pikiran kita. Usahakan hati dan pikiran kita selalu dalam keadaan yang baik, agar setiap nasehat yang orang lain sampaikan (siapapun itu) akan selalu bisa kita terima dan menjadikan diri kita pribadi yang lebih baik.
Jangan pernah merasa lebih pintar, lebih tahu segalanya, lebih berpengalaman, bahkan lebih mulia. Jika satu langkah saja kita merasa ‘lebih’ dari orang lain, sejatinya kita hanyalah memperbodoh diri kita sendiri, mempertinggi hati yang sebenarnya membuat hati kita semakin sempit. Kesempitan hati itulah yang akan membawa kita pada kesombongan dan kecongkakan. Jika itu sudah menimpa diri kita, pastilah nasehat sebaik dan sebijak apapun akan kita tolak.
Terimakasih sudah meluangkan dan menyempatkan waktunya untuk membaca. Semoga Allah golongkan kita pada golongan manusia yang senantiasa bersyukur atas nikmat-Nya. Dan semoga Allah selalu membukakan pintu hati kita, agar kita mampu menerima segala nasehat kebaikan yang ada, dan tentunya segala kebenaran dari-Nya. Insya Allah, aamiin.
***
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara
#Challenge
#Aksara
Komentar
Posting Komentar